slider

Recent

Diberdayakan oleh Blogger.

Logo TVRI dari Masa ke Masa

  Logo TVRI sejak 2019. Lebih milenial tapi mirip DW Jerman Deutsche Welle atau DW adalah TV dan Radio plat merah Jerman. Selain untuk warga...

Cari Blog Ini

Navigation

Tiap Pagi Sambut dan Salami 1.200 Siswa




Diskusi Bersama Sofyan Raz dan Rahmawaty dari YPSA

BERCITA-CITA melahirkan generasi emas, Sofyan Raz tidak mau setengah-setengah. Setiap hari, mantan Dirut PTPN II ini rela bangun pagi dan menunggu siswa-siswanya. Berdiri di pintu gerbang, dia menyambut serta menyalami 1.200 siswa Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah (YPSA) yang baru tiba di sekolah.

"YPSA bukan industri yang sekadar cari untung. Tapi kita sedang mempersiapkan generasi penerus bangsa.Dan mendidik sekaligus menjadi orang tua dan sahabat itu lebih efektif," ungkap Sofyan Raz Pembina YPSA di dampingi istrinya Rahmawaty yang juga Ketua Umum YPSA saat diskusi di kantor Redaksi Harian Tribun Medan, Jl Gatot Subroto No 449 D-G, Medan,Sabtu (28/1).

Sofyan yang sehari-hari akrab disapa Buya ini pun mengaku menikmati perannya itu, padahal dia tak ada sama sekali latar belakang pendidikan keguruan. Bertahun-tahun Buya menyambut siswa-siswa YPSA, mulai dari playgroup, TK, SD, SMP dan SMA. Tak cuma menyambut dan menjabat tangan mereka secara hangat, Buya juga mengajak para siswa itu bicara atau menanyakan kabar.

" Jika wajahnya muram saya tanya ada apa, jika bajunya kurang rapi saya betulkan. Saya tepuk pundaknya dan beri senyuman tulus," ungkap Buya ujungnya kerap dicari-cari para siswanya jika tak melakukan ritual harian itu.

Pendekatan humanis inilah yang membuat YPSA berbeda dari sekolah lain. Berdiri sejak tahun 1997, dan cuma diawali dari Taman Pendidikan Al Quran dan Playgroup di sebuah garasi, kini YPSA menjadi sekolah paling disegani di Sumatera Utara.

Berawal dari garasi di Jl Setiabudi, Medan kini YPSA makin berkembang pesat di atas lahan lebih kurang 3 hektar. Memiliki fasilitas beragam, mulai lapangan olahraga, laborarorium bahasa, hingga masjid.

Tak cuma mengejar prestasi, menurut Rahmawaty di YPSA para siswa diajari disiplin, religius dan cerdas. Tak heran jika YPSA tercatat sebagai sekolah dengan kelulusan UN tertinggi dan siswanya banyak diterima lewat jalur undangan dari PTN favorit.

" Jauh sebelum dipopulerkan pendidikan karakter, dan pendidikan kompetensi YPSA sudah memulainya.Karena kita memang ingin memadukan keimanan dan prestasi. Islam itu rahmatan lil alamin," kata Rahmawaty.

Dalam proses belajar mengajarnya, YPSA menerapkan 4 kurikulum sekaligus; kurikulum nasional, kurikulum agama, kurikulum lokal YPSA dan kurikulum Cambridge International Examinations.

Sejumlah prestasi pun direngkuh, berupa pengakuan dari pemerintah yang menetapkan YPSA sebagai Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional dan pengakuan internasional akreditasi dari Cambridge pada Maret 2011 silam.

Sebagai Islamic Full Day School, Buya mengaku ingin menghapus imej sekolah Islam yang identik tertinggal, dan hanya berkutat pada hal-hal berbau agama.

" Saya terinspirasi ayat Iqro yang artinya bacalah. Dari sini saya kembangkan, sekolah Islam dalam arti lebih luas. Tak hanya menjadikan siswa menguasai agama dan berakhlak mulia tapi juga berwawasan tinggi, menguasai teknologi, dan canggih,"papar Buya semangat.

Maka jika melihat gedung YPSA hampir semua orang terkagum-kagum. Gedungnya bersih, asri, setiap sudut ligkungan dan kelas dipantau CCTV, berfasilitas canggih, ekstrakurikulernya hidup, semangat beibadah tinggi, tapi siswanya tetap menguasai teknologi dunia.

Karena visi misinya ini, meski siswanya kebanyakan dari keluarga pejabat tapi Buya dan Rahmawaty tetap tegas mendidik mereka sesuai standart YPSA. Menurut mereka, mendidik anak itu tidak seperti bertanam jagung dan sawit. Yang masa panennya bisa diperkirakan. Mendidik anak menurut Buya adalah kegiatan yang terus menerus dan penuh ikhlas.

"Semua kembali ke niatnya. Para pejabat yang menyekolahkan anak-anak mereka di YPSA harus menyadari bahwa sekolah kita sangat disiplin. Di sini setiap siswa harus datang tepat waktu, mencuci piring sendiri usai makan siang, dan ikut sholat," kata Rahmawaty.

Sejumlah prestasi sudah direngkuh YPSA, namun Buya dan Rahmawaty mengaku harus terus menelurkan inovasi. Sebab menurutnya, dunia pendidikan itu seperti teknologi telepon seluler yang tidak boleh stagnan dan harus terus membuat sesuatu yang baru.

" Mendidik manusia itu harus inovatif. Kita harus punya terobosan baru agar siswa tetap semangat menggapai kemajuan dan cita-citanya," kata bapak dari empat orang anak itu penuh semangat.(cr1/em)

Naskah ini pernah dimuat di Harian Tribun Medan, Minggu, 29 Januari 2012
Share
Banner

EKMALMNA

Post A Comment:

0 comments: