slider

Recent

Diberdayakan oleh Blogger.

Logo TVRI dari Masa ke Masa

  Logo TVRI sejak 2019. Lebih milenial tapi mirip DW Jerman Deutsche Welle atau DW adalah TV dan Radio plat merah Jerman. Selain untuk warga...

Cari Blog Ini

Navigation

Nginap Nyaman di Hotel Whiz Yogyakarta

Teh melati yang tiap pagi kunikmati saat menginap di Hotel Whiz Yogya. Ini teh merek apa ya? Kok enak banget.


AROMA teh melati menyapa pagiku. Suara klenengan Jawa mengudara dari beberapa speaker. Membuat pagiku sangat njawani. Yogya banget.

"Selamat pagi, Pak,"sapa seorang staf F&B berseragam hijau pupus dengan ramah, saat aku memasuki ruang restoran hotel untuk sarapan.


Staf F&B menerangkan sejumlah menu utama untuk sarapan ke tamu hotel.


Ini adalah pagi pertamaku di Hotel Whiz, Yogyakarta. Hotel low budget di Jalan Dagen, Malioboro. Perjalanan 517 kilometer dari Stasiun Gambir ke Stasiun Tugu selama 7,5 jam lumayan melelahkan. Meski kami saat itu menggunakan kereta Taksaka yang sebetulnya perfecto untuk perjalanan jarak jauh.

Namun, lelah itu mulai sirna seiring mampirnya aroma teh melati.Seperti aromatheraphy saja ya? Padahal aku sedang hendak sarapan. :)

Sistem sarapan di Hotel Whiz menurutku unik. Untuk sajian utama, manajemen hotel hanya menyediakan beberapa menu saja. Sementara untuk roti, kudapan, buah  dan minuman tersedia lebih dari cukup. Walau dibanding hotel low budget lain, masih kalah semarak ya.

Pagi itu, ada tiga menu makanan utama yang ditawarkan. Nasi gudeg khas Yogya, bubur ayam dan nasi pecel.

"Nasi pecel?" gumamku saat  staf hotel menjelaskan menu pagi itu. 

Karena kurang yakin dengan pecel, aku pun pilih nasi gudegnya Yu Djum. Pilihan yang nggak salah. Sambal krecek dan telur gudeg Yu Djum yang outletnya bersebelahan dengan Hotel Whiz ini membuat lidahku terprovokasi. Uenaak tenan.
kuliner yogya
Nasi Gudeg Yu Jum. Sambal krecek dan telurnya alamaaak.  

Karena menginap 3 hari di hotel ini, maka di hari selanjutnya aku pun tak punya pilihan sarapan lain. Mencoba Sego Pecel yang di hari pertama kupandang sebelah mata.

Dan maafkan aku yang sudah menilai sebelum mencoba. Ternyata menu ini pun sangat enak. Di balik penampilannya yang sederhana dan ala kadarnya itu, tersembunyi cita rasa yang sedap betul. Kuah kacang, peyek kacang dan tempe plus telur mata sapi jadi pembuka hari yang yummy!


Sego pecel untuk sarapan pagi. Awalnya kupandang sebelah mata, tapi ternyata.....

Untuk yang nggak suka sarapan berat, tersedia roti bakar.

Bagi tamu hotel yang nggak bisa makan berat, tersedia buah-buahan segar dan roti bakar. Silakan diambil secukupnya. :)

Dari pengalaman bersarapan di hotel ini, selain nasi gudeg, dan sego pecel maka saya angkat jempol untuk teh beraroma melati yang mereka sajikan. Seduhannya pas banget dan rasanya beda dari teh-teh lain yang pernah saya minum.



Hotel Minimalis yang Nyaman
Hotel Whiz memang dikonsep sebagai hotel low budget. Dengan rate per malam di bawah Rp 400 ribu untuk standart room, hotel ini tak berarti mengorbankan sisi kenyamanan, dan keamanan para tamunya.

Saat tiba di hotel pada malam hari misalnya, saya tetap mudah melakukan proses check in. Cukup saya tunjukkan kode booking yang saya peroleh dari Traveloka, FO hotel langsung memproses tanpa waktu lama. Semua permintaan saya saat pembelian online terpenuhi. Seperti ruangan tanpa asap rokok, dan king bed yang bersih.


Saya memang memilih kamar standart, tapi tetap oke. Kebersihan kasur, selimut, handuk terjaga. AC di kamar berfungsi baik, dan fasilitas mandi juga memadai.

Kalau pun ada kekurangan, di kamar tak tersedia teko elektrik untuk memasak air jika ingin ngeteh atau bikin pop mie. Karena masalah ini, saya waktu itu harus beli teko elektrik di salah satu plaza di Malioboro.

Nah, jika ingin merokok atau sekadar mencari udara segar, kita bisa manfaatkan rooftop di lantai 6. Memang nggak terlalu luas, tapi cukuplah untuk sekadar menikmati secuil Yogya saat malam atau pagi hari.

Rooftop Hotel Whiz Yogyakarta. Meski viewnya kurang cihuy, tetep asyik untuk nongkrong. (Foto: whiz international)



View dari roof top Hotel Whiz Jl Dagen, Yogya. Nggak ada view menawan, tapi lumayanlah udara segarnya di pagi hari.

Deretan meja dan kursi kayu di rooftop.

Tampilan rooftopnya oke juga.


Lorong yang Nyeni
Selain resik, selama di hotel ini  aku pun dibuat selalu memperhatikan tiap lorong yang kami lewati tiap menuju kamar atau saat turun ke lobby. Hampir di tiap dindingnya ada lukisan. Bukan lukisan hasil repro atau cetak ulang. Tapi memang lukisan kanvas karya para pelukis lokal. Salut deh!


Karya pelukis lokal hadir di tiap lantai hotel. 


Tamu hotel memperhatikan lukisan di lorong dekat rooftop.



Lokasi Strategis
Hotel Whiz berada di jantung Yogyakarta. Tepat di denyut kehidupan wisata Malioboro. Hanya sekitar 20 meter dari jalan utama, membuat kami tak perlu mengeluarkan dana ekstra transportasi.

Begitu keluar hotel, kita akan menyaksikan keriuhan Malioboro. Mudah hunting kuliner apa saja. Menikmati ragam kesenian atau sekadar duduk santai di sekitar titik nol Yogya.Semua cukup dengan jalan kaki, tanpa menguras banyak energi.

Saat malam hari, aku dengan mudah mencari angkringan di sekitar hotel. Menikmati sego kucing, ngobrol dengan wisatawan lain, atau sekadar berbagi cerita dengan penarik becak sambil mendengarkan siaran RRI yang mengudarakan wayang kulit dari radio transistor pemilik angkringan.

Ehm, suasana angkringan beginilah sebetulnya yang paling ngangeni dari Yogya.Di Jakarta memang ada angkringan, tapi yang atmosfernya penuh keramahan full wayangan ya hanya di Kota Berhati Nyaman.

Jika anda nggak punya selera angkringan, silakan menikmati aneka jajanan lesehan yang banyak di sepanjang Malioboro. Tapi harap tetap waspada dengan harga. Jangan malu bertanya, untuk menghindari praktik curang penjual yang aji mumpung.(*)


Suasana lobby hotel. Minimalis tapi tetap bersih dan nyaman.






Share
Banner

EKMALMNA

Post A Comment:

0 comments: