slider

Recent

Diberdayakan oleh Blogger.

Logo TVRI dari Masa ke Masa

  Logo TVRI sejak 2019. Lebih milenial tapi mirip DW Jerman Deutsche Welle atau DW adalah TV dan Radio plat merah Jerman. Selain untuk warga...

Cari Blog Ini

Navigation

Kami Bermusik Dengan Soul



Diskusi Tribun Bersama Medan Blues Society

DI tengah sengitnya gempuran boyband dan musik-musik alay, ternyata masih ada sekumpulan anak muda di Medan yang idealis dalam bermusik. Mereka tetap kukuh menekuni musik yang dipilih sekaligus menelurkan lagu karya sendiri.

Mereka adalah Medan Blues Society (MBS). Sesuai namanya, kumpulan ini bermusik di genre blues. Musik yang lahir di tahun 1800-an dari kalangan budak di Amerika.

Konon sebutan blues itu diambil dari kata blue (biru) yang berkonotasi kesedihan nan mengharu biru. Yup, memang blues dimainkan para budak dari Afrika itu untuk berkeluh kesah soal hidup mereka.

MBS pada Sabtu (17/3) kemarin menyempatkan hadir di Tribun Medan. Diwakili tiga pentolannya, Beng Handoko (Ketua), Giffarie Ownie (Humas) dan Faraby Azwany (Anggota) mereka menuturkan blues di Medan dari A sampai Z.

Menurut Beng Handoko, meski berasal dari kalangan budak, tapi ternyata blues menjadi akar musik-musik modern. Tak ada musik saat ini yang tak terpengaruh blues. Dan musik blues di Medan kini makin eksis dan banyak peminat.

MBS lahir pada 8 Juli 2011, dilaunching di Pitu Kafe Sunggal dengan menghadirkan 11 band blues se-Medan. Berawal dari facebook, sejumlah penggemar blues ini merasa perlu berkumpul dan sharing demi kemajuan musik mereka.

"Semua orang bisa bermain blues, tapi yang memainkan dengan soul itu sedikit. Dan kami ingin tetap bermusik sesuai jiwa kami," kata Beng yang juga punggawa Sunset Bluesbite itu.

" Blues itu asyik, gak umum dan mengundang kita untuk mengetahui lebih banyak," sambung Giffarie.

Saat dunia musik diharu biru musik-musik cinta yang cengeng, para penggila blues ini seolah jadi oase. Tiap Kamis malam mereka ngejam di Pitu Kafe, sebuah kafe di ujung Sunggal. Uniknya meski lokasinya jauh, selalu saja acara bertajuk Blues Night itu dikunjungi puluhan warga Medan.

Melihat animo yang tinggi dan tentu saja karena blues yang beda, mulai Jumat dan Sabtu malam pekan depan MBS akan menghadirkan Blues Night di Paddock Kafe, Jl dr Mansyur.

" Kita ingin membangun musik yang beda. Medan ini banyak talenta musik, punya kemampuan bermain musik bagus. Sudah saatnya kita suguhkan musik berbobot untuk warga," beber Beng yang bermimpi band-band Medan bisa berjaya secara indie dan menjual musiknya secara lokal.

Tanpa bermaksud mengecilkan musik alay dan major label , Beng mengungkapkan seorang pemusik harus punya idealisme. Harus teguh pada genre musik yang diyakini, dan tidak boleh terombang-ambing pasar. Menurutnya, band yang selalu berubah haluan sesuai kemauan pasar atau label rekaman tak ubahnya pelacur yang bermain karena pesanan.

" Mungkin saat ini bukan masa keemasan musik blues. Tapi kita harus tetap memainkan blues secara konsisten. Cepat atau lambat blues akan kembali menguasai pasar, dan kita harus mendidik warga dengan musik bermutu," tutur Beng.(em)
Share
Banner

EKMALMNA

Post A Comment:

0 comments: