slider

Recent

Diberdayakan oleh Blogger.

Logo TVRI dari Masa ke Masa

  Logo TVRI sejak 2019. Lebih milenial tapi mirip DW Jerman Deutsche Welle atau DW adalah TV dan Radio plat merah Jerman. Selain untuk warga...

Cari Blog Ini

Navigation

Memburu Matahari di Bromo





Banyak orang bercerita indahnya Bromo.Pun banyak blog bertutur tentang luar biasanya pemandangan Bromo.
Namun sungguh, setelah menyaksikan sendiri, Bromo ternyata lebih dahsyat dari semua testimoni mereka!


Morning Call dari Front Office Hotel tempat kami menginap berdering pada pukul 03.00 pagi waktu Bromo. Waktu yang seharusnya sangat asyik buat tidur harus kami korbankan untuk tujuan yang lebih besar, hunting sunrise di Bromo! Dan memang tujuan wisatawan ke Bromo itu hanya satu: menikmati Sunrise!

Setelah mencuci muka untuk mengusir kantuk nan berat, saya bersama dua teman dari Jakarta langsung menuju lobby hotel.Udara 20 derajat celcius khas pegunungan Bromo langsung menyergap saat kami keluar dari kamar. Peralatan tempur seperti jaket, sarung tangan, sarung, sepatu lengkap dengan kaos kaki tebal juga capouchon ternyata masih kurang bertaji mengusir suhu nan beku.
Ternyata, di lobby kami tidak sendiri, ada sekitar 60-an turis mancanegara sudah menunggu jemputan di sana. Kata office boy mereka berasal dari Jerman, Perancis dan Inggris. Saya dan teman-teman menyeruput secangkir wedhang jahe yang tersaji di meja lobby.Ehmm,lumayanlah buat membantu menghangatkan badan. Sementara beberapa bule menenggak satu dua sloki red wine .

Pukul 03.45 kami menuju halaman hotel, satu Toyota Landcruiser kuning dengan stiker Bromo Sunrise di body belakang sudah menanti di sana. Pak Slamet sopir kami tersenyum ramah dan menyalami kami satu persatu. Ongkos sewa jeep ini adalah 250 ribu rupiah, mulai jam 3 pagi sampai tengah hari.Kalau mau nambah jam sewa biasanya harus nambah dana lagi. Karena terbatasnya jumlah Jeep milik warga, biasanya para turis di Bromo akan booking kendaraan paling lambat sehari sebelumnya. Oia, jangan coba-coba nekad naik kendaraan non 4WD, karena besar kemungkinan lautan pasir Bromo akan menggagalkan semua rencana anda bersenang-senang di tempat ini!

Jeep bermesin 4WD inilah yang akan membawa kami ke puncak Penanjakan (2770m ), sebuah tempat paling umum juga mungkin paling indah untuk mengabadikan sang surya bangkit dari lelapnya.

Dari desa Tosari butuh waktu setengah jam perjalanan untuk mencapai puncak Penanjakan . Dengan sigap, Land Cruiser Pak Slamet menderu membelah jalanan pegunungan Penanjakan yang berkabut dan berkelok-kelok. “ Coba perhatikan , sebenarnya kanan kiri kita ini jurang Mas…” Kata Pak Slamet, “Tapi kita nggak nampak karena tertutup kabut…”

Memang benar, meski sering dianggap relatif mudah jalur perjalanan Tosari ke Penanjakan masih dapat memacu adrenaline. Jalan yang sempit dan licin, jurang nan dalam, kabut putih tebal , juga tanjakan tajam sangat mendominasi jalur umum ini. Tapi bagi pecandu gelegak adrenaline, tak ada salahnya mencoba jalur Nongko Jajar yang lebih menantang.



Pemandangan Legendaris
Setelah puas diguncang tanjakan dan turunan, kami pun sampai di gerbang penanjakan. Setelah membayar retribusi wisata sebesar 20 ribu rupiah , kita dapat melanjutkan perjalanan menuju Penanjakan View . Jeep-jeep kemudian parkir berderet-deret di jalanan, 100 meter dari Penanjakan View. Selanjutnya kami juga turis lain meneruskan perjalanan menuju tempat yang sangat legendaris itu dengan berjalan kaki.

Cukup mudah menuju Penanjakan View, hanya kurang dari 5 menit dengan berjalan kaki. Untuk memudahkan perjalanan, sebaiknya persiapkan senter, karena jalanan menuju Penanjakan View ini sangatlah gelap.

Begitu tiba di Penanjakan View, semburat jingga sang surya sudah nampak dari ufuk timur. Tapi belumlah sempurna benar sinarnya. Tempat yang sangat lapang ini nampak ramai oleh turis yang ingin melihat sunrise.

Penanjakan view memang sangat tersohor. Bila anda kerap melihat foto Bromo nan menawan di beberapa kartu pos, maka boleh dipastikan kebanyakan gambar itu hasil pemotretan dari titik ini. Penanjakan View memang istimewa, sebab dari tempat ini kita bisa melihat enam puncak gunung sekaligus! Selain Gunung Bromo (2.392m), dari titik ini nampak jelas puncak Gunung Batok (2.470m), Gunung Kursi (2,581m), Gunung Watangan (2.662m) Gunung Widodaren (2.650m) dan tentu saja gunung tertinggi di Pulau Jawa Gunung Semeru (3.676m)!

Pukul 05.10 WIB hingga 05.30 WIB adalah saat-saat terbaik untuk mengabadikan bangunnya sang mentari di Bromo. Lautan pasir di sekitar Bromo dan Batok dibawah sana, berpadu dengan putihnya kabut tebal yang terurai oleh angin. Nun jauh di sana di belakang Bromo nampak Semeru mengepulkan asapnya.

“ Misterious...misterious” gumam Susanne seorang turis asal Inggris berkali-kali sambil menjepretkan kamera digitalnya. Tak berlebihan memang, sebab Bromo yang termasuk bagian Taman Nasional Bromo-Semeru adalah satu-satunya kawasan konservasi di Indonesia yang memiliki keunikan berupa laut pasir di ketinggian 2392 meter. Bayangkan ada lautan pasir berselimut kabut di dataran setinggi itu!

Karena kami mengadakan perjalanan saat musim kemarau (waktu terbaik ke Bromo), misi mengabadikan keindahan Bromo dari Penanjakan View berjalan lancar. Matahari terbit sempurna, dan warna jingga yang perlahan menyirami kawasan Bromo dapat dilukis kamera tanpa hambatan awan dan mendung. Oia, supaya tak menyesal seumur-umur jangan lupa siapkan film, memory card dan batere secukupnya biar puas foto-foto di tempat yang sangat menawan ini.

Menjelang pukul 06.30 kami pun meninggalkan Penanjakan View, dan melanjukan perjalanan menuju Lautan Pasir. Berbeda dengan perjalanan awal, kali ini kami harus menempuh perjalanan menuruni lembah-lembah untuk bisa mencapai dasar dataran Bromo.

Perjalanan dari Penanjakan menuju Lautan Pasir butuh waktu 20 menit. Dari lautan pasir ini kita dapat menyaksikan secara dekat Gunung Batok yang mirip tempurung kelapa tengkurap, Gunung Bromo yang terus menerus mengepulkan solfatara, dan tentu saja akifitas masyarakat Tengger sebagai pedagang makanan, atau menyewakan kuda untuk naik ke kawah Bromo.



Lautan Pasir
Lautan Pasir adalah sebuah hamparan pasir seluas 10 km persegi yang mengelilingi Gunung Bromo dan Gunung Batok. Saat dari Penanjakan view biasanya kita sulit melihat Lautan Pasir ini secara sempurna karena kabut tebal terus menyelimutinya. Begitupun sebaliknya, saat di Lautan Pasir, kita juga sulit melihat secara bebas puncak gunung lain.

Sejauh mata memandang, hanya hamparan pasir dan kabut yang nampak. Jika kita jeli, kadang kita bisa memperoleh gambar-gambar menawan, seperti siluet orang Tengger yang naik kuda mendekati kita. Kesan misterius negeri di awan, begitu para masyarakat sering menggambarkan suasana di Lautan Pasir ini.

Selain aktifitas warga Tengger, atau mendaki kepundan Bromo yang panas, di Lautan Pasir ini kita juga bisa mengabadikan aktitas di sebuah Pura di kaki Bromo yang pada bulan Kesepuluh kalender Jawa kerap menjadi pusat upacara Kesodo.



Jalur Menuju Bromo

Jalur yang paling umum dilalui adalah melalui Kabupaten Pasuruan. Dari Surabaya jalurnya adalah Wonorejo – Worongdhowo – Gondangwetan – Pasrepan – dan akhirnya Tosari. Dengan kecepatan normal Perjalanan dari Surabaya menuju Tosari (kota Kecamatan terdekat dengan Bromo) sejauh 90 km butuh waktu paling lama 2,5 jam.

Ada satu jalur yang sangat sering ditempuh para offroader, yaitu melalui Nongko Jajar dekat Malang. Jalur ini sangat singkat, hanya butuh waktu satu jam, namun jangan ditanya bagaimana serunya perjalanan. Seorang guide yang sering membawa turis ke Bromo mengaku jalur Nongko Jajar sejauh 80 km sangat mendebarkan “ Sejak start lepas dari perbatasan kota Malang mobil langsung menanjak, selalu pake persneling satu!”

Tak heran meski cukup singkat, namun orang-orang tetap memilih jalur Wonorejo - Tosari. Sementara jalur Nongko Jajar lebih digemari para petualang yang gemar bermain-main dengan adrenalin.

Sementara bagi anda tak suka jalur umum dan ramai, cobalah menempuh perjalanan menuju Bromo lewat jalur yang jarang dilalui wisatawan. Dari Malang bergeraklah ke Tumpang terus ke kota kecil Pronojiwo. Dari Pronojiwo ini jalur akan terbelah dua: ke arah Selatan lewat Ranu Pane ( Menuju Gunung Semeru ) dan Jalur Utara menuju Lautan Pasir Bromo.

Meski medannya lebih rumit dan cenderung sepi (sehingga disarankan jangan travelling sendirian di jalur ini!), namun Jalur Pronojiwo sejauh 53 km ini menawarkan view berbeda bagi kita. Jika dari Tosari, Bromo terlihat gersang, kering dan berdebu, maka lewat jalur Pronojiwo ini kita menyaksikan Bromo yang beda. Lebih hijau, berhias padang sabana dan berselimut aneka bunga dan tentu saja kabut.

Begitulah, kawasan Bromo yang amat indah dan misterius itu hingga kini masih tetap menawan. Berminat ke Bromo?



Laporan: Ekmal Muhammad

Laporan ini pernah dimuat Harian Global Medan, edisi Oktober 2008



****



Yang Perlu Diingat Jika Ke Bromo

- Supaya tak kecewa, hindari berwisata ke Bromo pada musim penghujan. Hujan membuat Bromo susah dinikmati keindahannya, baik dengan mata telanjang apalagi kamera.


- Siapkan pakaian sehangat mungkin. Jangan coba-coba sok punya kulit tahan udara dingin.Lebih baik sedia jaket sebelum kedinginan!


- Harga makanan di Bromo lumayan mahal. Jangan lupa isi ransel anda dengan perbekalan yang layak. Stock Coklat dan roti tawar sangat cocok buat mengatasi darurat lapar.


- Jangan pernah nekad naik kendaraan pribadi ke Bromo, apalagi tanpa guide yang ahli. Bisa-bisa anda repot sendiri terjebak lautan pasir atau tersesat tanpa arah.Lebih baik sewa jeep milik warga yang Cuma 250 ribuan per show. Dijamin anda puas mengeksplor keindahan Bromo.

Share
Banner

EKMALMNA

Post A Comment:

0 comments: