slider

Recent

Diberdayakan oleh Blogger.

Logo TVRI dari Masa ke Masa

  Logo TVRI sejak 2019. Lebih milenial tapi mirip DW Jerman Deutsche Welle atau DW adalah TV dan Radio plat merah Jerman. Selain untuk warga...

Cari Blog Ini

Navigation

Selfie in Europe

 [ARC DE TRIOMPHE - Gerbang raksasa peninggalan Napoleon ini merupakan spot yang banyak dikunjungi wisatawan selain Menara Eiffel  saat mengunjungi Paris. Pintu gerbang ini merupakan penghormatan untuk pejuang Revolusi Prancis dan Perang Napoleon. / dokumentasi pribadi]

AKHIR bulan Mei kemarin, saya akhirnya memperoleh kesempatan berkunjung ke Eropa. Kunjungan ke benua biru ini, bagi saya benar-benar rezeki dari Allah SWT. Atas izin-NYA, saya terpilih sebagai salah seorang pemenang lomba karya tulis yang diadakan Aqua Danone di pertengahan tahun 2014 lalu. Hadiahnya sangat membahagiakan saudara-saudara, jalan-jalan ke Paris!

Setelah menunggu hampir setengah tahun, visa dari pemerintah Prancis pun keluar juga. Proses pengurusan visa yang jadi kunci jadi tidaknya keberangkatan cukup bikin jantungan. Jadwal yang awalnya disetting akhir Januari tertunda karena beberapa peristiwa di Prancis, mulai dari insiden Charlie Hebdo hingga panas dinginnya hubungan Indonesia – Prancis sebagai side effect rencana eksekusi mati warga Prancis yang terlibat kasus narkoba. Seperti banyak dimuat di media, PM Prancis uring-uringan karena warganya yang bernama Areski Atlaoui masuk list eksekusi mati gembong narkoba jilid II. Maka begitu dapat pemberitahuan bahwa visa sudah keluar, saya pun bersorak girang. 

Selain ke Paris, kami juga dijadwalkan berkunjung ke Evian Les Bains. Di kota kecil di kaki Pegunungan Alpen ini terdapat mata air kebanggaan rakyat Prancis. Mata air berusia ratusan tahun yang tiada henti mengalirkan air segar bermineral tinggi. 

Untuk tiba di Paris, kami harus terbang sejauh 7377 mil. Penerbangan ini memakan waktu  lebih kurang 10 jam, di luar 3 jam transit di Hamad Airport, Doha. Waktu di Paris lebih lambat lima jam dari waktu di Jakarta. Namun, posisi geografis dan musim panas membuat matahari di ibukota Prancis itu lebih lama membagi sinarnya.

Bayangkan saja, jika di Jakarta pukul 18.00 WIB itu sudah rembang petang maka di Paris di jam yang sama matahari masih gagah bersinar. Suasana magrib di Paris baru benar-benar terjadi ketika jarum di jam tangan saya menunjukkan pukul 22 lebih beberapa menit. Sementara esoknya matahari sudah terbit lagi sekitar pukul 04.00 waktu Paris.

Selain quota siang dan malam yang beda dengan Jakarta (wkwkwk), di Paris itu meski dibilang musim panas tapi anehnya suhunya tetap membuat kita orang Indonesia ini menggigil. Saat hari pertama tiba, suhu di Paris mencapai 13 derajat Celcius! Bagi saya ini sih bukan summer…

Tidak cuma cuaca yang unik. Kota seluas 105,4 kilometer persegi ini  juga sangat multikultur. Berbagai ras ada di kota berpenduduk  2,2 juta jiwa ini. Setiap tahun tidak kurang 30 juta wisatawan berkunjung ke kota ini, sekaligus menobatkan Paris sebagai destinasi ranking puncak dalam daftar tujuan biro-biro perjalanan wisata seantero dunia.

Sebelum ke Paris saya memiliki anggapan, kota ini sangat sombong dan penduduknya kaku serta individualistis. Namun faktanya, selama dua hari saya justru banyak menyaksikan orang-orang sangat toleran, murah senyum, dan berusaha membantu orang yang butuh pertolongan.

Semua warga di kota ini punya hak dan kewajiban yang setara. Kondisi ini jelas terlihat di jalan raya. Pengendara mobil, pengguna bus, pesepeda hingga pejalan kaki diberi jalur masing-masing. Lampu lalulintas, benar-benar berfungsi baik. Arti merah, hijau dan kuning ditaati sebagai aturan bersama dengan penuh kesadaran.  Tidak ada saling serobot, dan bunyi klakson seperti di Jakarta. Benar-benar lalulintas yang nyaman.

Lalu bagaimana dengan kriminalitas? Saya pikir di Paris juga punya sisi kelam seperti Jakarta dan kota lain di dunia. Di Menara Eiffel misalnya, saya sudah diwanti-wanti pihak hotel agar 100 persen waspada. “Hati-hati banyak pencopet dan penipu,” katanya.

Selain di Eiffel, pihak hotel juga meminta kami waspada saat menggunakan kereta api bawah tanah. Ransel sebaiknya dipakai di depan, dompet juga paspor disimpan dalam kantung khusus di dalam jaket, dan yang penting tunjukkan wajah penuh percaya diri! “Di subway, pencopet juga main rombongan. Mereka akan mengelilingi anda saat kereta api padat penumpang. Jika ada yang mencoba merapat anda harus berani tegas dan minta mereka untuk tidak mendekat,”imbuhnya.

Alhamdulillah,  sepekan perjalanan di negeri Napoleon semua berjalan lancar. Saya mendapat kesan mendalam tentang negeri itu, dan berharap bisa kembali lagi. Setelah puas menikmati Paris dan mampir ke Evian, kami pun kembali ke Jakarta melalui Jenewa, Swiss. Dan untuk kenang-kenangan, tentu saja saya tidak lupa untuk foto-foto di sejumlah spot terkenal. Bagi saya, selfie di saat dan tempat yang tepat bukanlah hal yang terlarang! Hehehe. Bonjour!! (*) 

Share
Banner

EKMALMNA

Post A Comment:

0 comments: