1,5 Tahun Persiapkan Pementasan Cipoa
Diskusi Tribun Bersama Sanggar Air Putih
KARENA kecintaannya pada dunia teater, 21 orang anak muda Medan mendirikan Sanggar Air Putih. Meski kerap dibuat sibuk pekerjaan masing-masing, namun tak membuat mereka hilang akal menggeluti teater. Dan hasilnya, setelah berlatih selama 1,5 tahun Sanggar Air Putih akan mementaskan drama Cipoa karya Putu Wijaya pada 31 Maret mendatang di Taman Budaya Sumatera Utara.
Di sela kesibukan mempersiapkan pementasan, tiga punggawa Sanggar Air Putih Haykal Abimanyu, Kiki Wulandari dan Tazli Mohammed meluangkan waktunya untuk diskusi di kantor Harian Tribun Medan, Jl Gatot Subroto No 449 D-G, Sabtu (3/3).
" Kita berasal dari beragam profesi, ada guru, mahasiswa, dan wartawan. Berawal dari kebersamaan di teater kampus LKK Unimed akhirnya kita memutuskan mendirikan sanggar ini pada 17 Juni 2010," Haykal selaku ketua Sanggar Air Putih membuka percakapan.
Cipoa berlatar cerita tentang kehidupan pekerja tambang. Tentang keserakahan dan patgulipat seorang juragan dengan pengusaha. Benar-benar sangat tepat disajikan sebagai kritik sosial untuk Indonesia yang kerap diwarnai kisruh pertambangan.
"Cipoa versi Air Putih akan ditampilkan dengan konsep entertainment, tidak terlalu nyeni supaya penonton bisa menikmati dan tak terlalu berkerut keningnya," kata Tazli yang menjadi sutradara untuk pementasan perdana ini.
Tak hanya menonjolkan unsur hiburan, Air Putih yang menargetkan pementasannya ditonton 800 orang ini juga punya misi sosial. Sebagai guru, mereka ingin membangkitkan semangat berteater di masyarakat khususnya pelajar.
Punggawa Air Putih sebenarnya bukan orang baru di dunia teater. Mereka sebelumnya pernah berkarya di LKK Unimed atau sanggar lain. Selain bermain teater di TVRI atau lembaga swasta, sehari-hari mereka juga melatih teater di beberapa sekolah.
" Nah, di Cipoa ini reputasi kami dipertaruhkan," kata Kiki yang didaulat memerankan Istri Juragan."Para siswa akan melihat apakah kami cuma bisa berteori saja soal teater,".
Untuk memantapkan pementasan, seminggu sekali Air Putih berlatih selama lima jam. Selain masalah mencocokkan waktu berlatih karena kesibukan personel yang berbeda, Haykal membeberkan mereka juga kesulitan mencari tempat berlatih.
Dan ironisnya, saat berlatih di Taman Budaya Sumatera Utara mereka juga mengaku dipersulit. Hanya karena belum terdaftar, Air Putih tak dibenarkan memakai ruangan untuk berlatih beberapa jam. Padahal secara individu, personel Air Putih kerap mewakili Sumatera Utara di pentas nasional.
Alhasil, mereka pun terpaksa berlatih di pelataran parkir yang gelap gulita. Atau jika latihan siang, mereka kembali ke kampus Unimed yang lebih welcome menerima kehadiran seni teater.
" Sangat disayangkan, padahal Taman Budaya itu fasilitas umum yang seharusnya jadi taman yang nyaman dan terbuka bagi penggiat seni. Seperti di provinsi lain, semua penggiat kesenian bisa menggunakannya," Haykal mengeluhkan terlalu eksklusif dan tertutupnya nya Taman Budaya Sumatera Utara menerima teater-teater baru.
Meski menemui sejumlah kendala, namun Air Putih optimistis pementasan perdana mereka pada 31 Maret mendatang akan sukses. Apalagi sejumlah publikasi telah diedarkan baik lewat jejaring sosial, pesan blackberry, juga dari mulut ke mulut. Warga juga bisa membeli tiket pementasan di Sidecomm Jl Halat No 57 atau saat hari H di Taman Budaya.
" Kita optimistis penonton banyak. Apalagi teater yang berkonsep entertainment yang kita usung sebelumnya beberapa kali sukses membius warga Medan," ujar Tazli penuh percaya diri.
Setelah proyek Cipoa, Air Putih segera menggelar program edukasi berupa workshop make up, workshop tari dan workshop artistik tata panggung. Tetap dengan semangat muda, personel Air Putih ingin membuktikan teater di Kota Medan masih bergairah dan punya banyak sisi potensial yang bisa dicuatkan.(em)
* Naskah ini pernah diterbitkan Harian Tribun Medan edisi Minggu, 4 Maret 2012
Post A Comment:
0 comments: