slider

Recent

Diberdayakan oleh Blogger.

Logo TVRI dari Masa ke Masa

  Logo TVRI sejak 2019. Lebih milenial tapi mirip DW Jerman Deutsche Welle atau DW adalah TV dan Radio plat merah Jerman. Selain untuk warga...

Cari Blog Ini

Navigation

200 Ribu Untuk Surga (Bagian Satu)


Foto-foto: Tampilan depan dan lobby Jogjakarta Plaza Hotel

INI adalah sepenggal perjalananku di tahun 2008, saat menjadi fixer untuk kru Panorama sebuah Production House dari Bangkok. Tour di bulan Juli ini dimulai dari Banten dan berakhir di Surabaya. Overlandlah ceritanya, meski cuma tempat-tempat terkenal saja.

Menurut terjemahan di Google, fixer itu artinya tukang suap. Waduuuh! Jelek banget ya. Tapi pada praktiknya, sebagai fixer aku punya jobdesk memastikan semua keperluan tim Panorama beres seberes-beresnya.

Aku harus memastikan semua perizinan untuk tim dari bangkok ini sudah di peroleh. Memang, ada beberapa tempat yang harus kuurus izinnya agar mereka bisa bebas take gambar. Mulai dari Monumen Nasional (Monas), Museum Nasional, Museum Bahari, hingga ke Candi Prambanan dan Candi Borobudur.

PH Panorama sejak dari Bangkok sudah menggarisbawahi, meminta tolong mengamankan semua proses liputan mereka selama di Indonesia. Jangan terganggu dan terhambat oleh urusan administrasi. Bahkan urusan uang preman sekalipun! Yah, kayaknya mereka paham betul budaya duit masih tinggi di Indonesia.

Bukan tanpa alasan, sebab liputan mereka juga dibatasi deadline ketat. Day by day sudah diatur. Begitu mendarat di Jakarta, tim langsung istirahat di Hotel Menara Peninsula.Keesokan hari ke Anyer. Di Anyer cukup sehari lalu tim bergerak ke Yogyakarta. Dua hari di Yogya, tim lanjut ke Bromo.

Begitu ketat, bahkan sebagai fixer aku ditugaskan mengingatkan tim untuk kerja cepat, efektif dan efisien. Oh ya, tentu saja aku juga memegang lembar schedule yang sama dengan tim Panorama.

Selain seorang fixer, tim ini juga diperkuat seorang guide dari Inna Tour and Travel dan seorang pegawai dari Dirjen Perfilman. Bersama guide inilah, aku bahu membahu mengingatkan tim agar gak keasyikan ambil gambar di satu titik.

Uniknya, selama perjalanan dua pekan kami berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris plus bahasa Tarzan. Secekak-cekaknya vocab Inggrisku, ternyata lebih cekak bahasa Inggris orang- orang Thailand itu! Hanya guide yang TOEFLnya 550.Hahahah...

Kami cuma pakai kata-kata yang umum dipakai dan pendek-pendek untuk memudahkan tugas. Misalnya, aku cukup bilang time sambil nunjuk jam untuk mengatakan "Waktu makin mepet! Ayo cepat". Atau angkat jempol sambil tersenyum untuk bilang semuanya beres dan lancar.

Setelah menempuh perjalanan darat yang melelahkan dari Anyer, Banten, di hari keempat tibalah kami di Yogyakarta. Rencananya kami menginap dua hari satu malam di Kota Gudeg ini. Ada beberapa spot utama yang jadi bidikan: Kraton, Taman Sari, Prambanan, Museum Kraton, dan Borobudur.


Target utama selama di Yogya adalah hunting srengenge merekah (sunrise) dari atas candi Borobudur dan srengenge angslup (sunset) di Prambanan. Misi hanya diplot satu hari, tentunya dengan doa yang sangat-sangat diharapkan: Janganlah cuaca berawan apalagi hujan!

Selama di Kota Pelajar ini, kami menginap di Jogjakarta Plaza Hotel, Jl Gejayan (Phone: +62-274-584222 / +62-274-584200). Hotel bintang empat berarsitektur Jawa ini dulu bernama Hotel Radisson.

Jogjakarta Plaza Hotel punya 157 kamar Deluxe dan Suite. Dilengkapi taman, kolam renang, dan air mancur. Hotel ini cukup dekat ke Malioboro dan merupakan kawasan kampus Universitas Negeri Jogja (dulu IKIP Yogya).

Hotelnya asyik, asri dan adem. Saat tiba di lobby hotel, kami langsung mendapat welcome drink wedhang jahe plus suara gamelan. Bukan dari kaset bro! Tapi live dimainkan seorang bapak separuh baya dengan baju lurik Jawa plus berblangkon khas Yogya.

Secangkir kecil wedhang jahe yang hangat-hangat kuku bener-bener bikin badan kembali fresh, setelah menempuh perjalanan panjang. Pinter banget nih hotel ya! Berani mendobrak welcome drink yang biasanya disajikan serba dingin dengan minuman hangat.

Begitu tiba di hotel, kami langsung rehat di sofa empuk. Kru dari Thailand menikmati alunan gamelan. Sementara aku sibuk membaca koran lokal. Urusan check in jadi domain tugas guide kami. Dialah yang lintang pukang urus ini itu. Dari laundry, breakfast, sampai meminta peta wisata Yogyakarta.

Sejak dari dari Jakarta, aku sudah memastikan proyek merekam matahari terbit di Borobudur lancar tanpa hambatan terutama dari perizinan. Setelah meloby manajemen pengelola Candi Borobudur , aku disarankan untuk menghubungi Hotel Manohara.

Singkat cerita, receptionist Hotel Manohara menyarankan kami sudah tiba di lobby hotel paling telat pukul 04.30.

Saat di kamar, aku kembali menelpon receptionist Hotel Manohara. Memastikan tim akan ikut paket sunrise besok pagi. Supaya gak telat kami akan start dari Hotel Yogya pukul 03.30 WIB. Receptionist Jogjakarta Plaza Hotel kami pesan morning call pukul 03.00 WIB.

Meski letih, malamnya aku masih sempatkan raun-raun naik becak ke Plaza Ambarukmo yang tak terlalu jauh dari hotel. Hanya sekadar tahu bagaimana gaya warga Yogya nongkrong, apa yang sedang in dan bagaimana harga-harganya. Cukup dua jam saja aku merasakan atmosfer plaza berlantai tujuh yang terletak di Jl Laksda Adisucipto ini. (bersambung)





Share
Banner

EKMALMNA

Post A Comment:

0 comments: