Tolak Investor Karena Takut Batasi Kreativitas
Diskusi Tribun Bersama Smart Magazine Majalah Indie Medan
KURANG puas dengan penyajian berita di media mainstream empat anak muda Medan ini nekad menerbitkan medianya sendiri. Smart Magazine namanya, sebuah majalah mini (mini magazine) dengan oplah seribu eksemplar yang terbit bulanan. Dan hebatnya, majalah ini dibagi- bagikan ke berbagai sekolah secara gratis.
Majalah dengan target pembaca anak SMA ini sudah rutin terbit selama tujuh bulan. Semua isi dan materinya digarap sendiri dengan melibatkan anak-anak SMA sebagai reporter dan kontributor. Uniknya, untuk biaya operasional Smart Magazine ini ditalangi secara patungan.
Managing Director Smart Magazine Adela Eka Putra Marza bersama dua rekannya, Khairil Hanan Lubis ( Chief Editor ) dan Muhammad Arief ( Business Manager ) menuturkan, konsep dan impian majalah indie ini dalam diskusi di kantor Harian Tribun Medan, Jl Gatot Subroto No 449 D-G, Sabtu (11/2).
Berangkat dari hobi jurnalistik, tiga alumni Tabloid Suara USU ini bersama Huda Perdana Sitepu yang ahli desain, memutuskan menerbitkan majalah untuk kalangan pelajar pada 7 Juli 2011.
"Kita pilih mini magazine karena bentuknya simpel, nggak susah dibaca dan dibawa. Dan tentu isinya juga segar dan beda dari media massa umumnya," kata Ade membuka percakapan.
Ditilik dari isinya, Smart Magazine memang cukup menarik. Majalah ini dicetak di kertas HVS dengan sampul lux, full color dan terdiri 35 halaman. Menyajikan beragam isu dan hal-hal aktual di dunia pelajar.
Ade menambahkan, sejauh ini mereka masih membiayai operasional dan biaya cetak majalah dengan cara patungan. Untuk sekali cetak mereka harus menyiapkan anggaran Rp 2,5 juta. Itu belum termasuk biaya liputan, foto, dan konsumsi. Dan untungnya pada beberapa edisi, biaya cetak sudah dapat ditutupi oleh pendapatan dari iklan.
Selain dari iklan, manajemen Smart Magazine juga rajin menggelar event pelatihan lewat anak usaha mereka Smart Class. Dan ada pula pemasukan dari Smart Production yang bergerak di bidang pembuatan website, majalah sekolah dan buku tahunan sekolah. Tak heran, jika majalah indie yang berbasis komunitas ini bisa bertahan hingga kini.
" Kami bermimpi media ini bisa besar. Dan tetap eksis di jalur indie agar kami tetap bisa bebas berekspresi," tutur Ade sambil menambahkan mereka pernah menolak investor karena takut akan banyak aturan dan ujungnya membunuh kreativitas.
Soal kreativitas, menurut Hanan mereka hanya bersifat menampung karya dan mengarahkan kebijakan redaksional. Saat ini mereka memiliki banyak kontributor dari puluhan sekolah di seluruh Sumatera Utara, Batam, Padang bahkan Bengkulu.
" Tapi kita juga harus pandai-pandai menyusun materi, sebab para pelajar itu ikatannya hanya semangat dan tanggungjawab," ujar Hanan yang banyak menulis freelance itu.
Arief yang banyak menangani sisi bisnis menuturkan, sejauh ini hambatan dalam pencarian iklan adalah meyakinkan calon pengiklan untuk mempercayakan produknya di Smart magazine.
" Kesulitan kita adalah meyakinkan mereka. Padahal pasar kita sudah jelas dan beda," kata Arief sembari menuturkan saat ini tengah menjajaki kerjasama dengan Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara.(em)
* Tulisan pernah diterbitkan di Harian Tribun Medan edisi Minggu, 12 Februari 2012
Post A Comment:
0 comments: