slider

Recent

Diberdayakan oleh Blogger.

Logo TVRI dari Masa ke Masa

  Logo TVRI sejak 2019. Lebih milenial tapi mirip DW Jerman Deutsche Welle atau DW adalah TV dan Radio plat merah Jerman. Selain untuk warga...

Cari Blog Ini

Navigation

Serunya Naik Kereta Api - Nostalgia

Suasana Stasiun Tebing Tinggi, Sumatera Utara.(Foto:foursquare/stephen roy)


Plesiran dengan moda kereta api bagi saya selalu jadi momen menyenangkan. Baik kereta api kelas ekonomi maupun kelas eksekutif, sama-sama asyiknya.

Saya pertama kali naik kereta api saat kelas 3 SMP. Waktu itu, menggunakan kereta api  Siantar Ekspres dari Tebing Tinggi menuju Medan, Sumatera Utara. Siantar Ekspres adalah kereta api kelas ekonomi. Rangkaiannya cuma terdiri dari dua gerbong. Kereta api ini melayani rute Pematang Siantar – Medan.

Uniknya, Siantar Ekspres saat itu (tahun 1990-an) dalam perjalanan menuju Medan selalu singgah di Stasiun Tebing Tinggi. Di stasiun peninggalan Belanda itu, dua gerbong Siantar Ekspres kemudian digabung dengan rangkaian kereta Putri Deli yang melayani rute Tanjung Balai-Medan.

Setelah gerbong  Siantar Ekspres bergabung dengan rangkaian kereta Putri Deli, barulah rangkaian bersama-sama bergerak menuju Medan. Dulu, para penumpang dari Tebing Tinggi tujuan Medan harus menunggu lama, mengingat Siantar Ekspres dan Putri Deli tidak selalu tiba bersamaan.

Kereta api kelas ekonomi di era 90-an tidaklah senyaman kereta api kelas ekonomi saat ini. Kala itu, gerbong-gerbong kereta api kelas tiga ini tidak dilengkapi AC bahkan kipas angin. Jumlah penumpang pun selalu melebihi kapasitas angkut. Siapa saja yang punya tiket berhak naik, asal rela berdesak-desakan hingga tiba di Medan.

Sepanjang perjalanan dari Tebing Tinggi ke Medan, kereta api yang penuh sesak itu masih akan mendapat tambahan penumpang dan pedagang asongan di stasiun Perbaungan dan Lubuk Pakam. Benar-benar perjalanan yang sumpek, sumuk dan dijamin basah berkeringat!

Pintu masuk ke Stasiun Tebing Tinggi, Sumatera Utara. (Foto:foursquare/hendra c)


Penuh Perjuangan
Kereta api ekonomi Tebing Tinggi – Medan semakin  terseok-seok saat Sabtu dan Minggu. Waktu-waktu dimana para mahasiswa pulang ke kampung masing-masing, baik ke Tebing Tinggi, Simalungun, Siantar maupun Kisaran dan Tanjung Balai. Di akhir pekan seperti ini, semua gerbong dijamin over capacity baik saat bertolak dari Stasiun Besar Medan maupun dari Tanjung Balai, Siantar dan Tebing Tinggi.

Dalam perjalanan sekitar 1,5 jam itu, saya banyak berdiri.Sebab, penumpang dari Stasiun Tebing Tinggi nyaris tidak lagi kebagian kursi. Kami juga harus berjuang keras agar bisa masuk ke gerbong. Mengingat seluruh rangkaian sudah padat penumpang dari Siantar dan Tanjung Balai, yang meluber hingga ke depan pintu dan sambungan antar gerbong (bordes).

Kereta Siantar Ekspres siap melayani penumpang. (Foto:harianterbit.com)


Berdesakan dan jauh dari kata nyaman, tidak menyurutkan animo masyarakat untuk naik kereta api Putri Deli dan Siantar Ekspres. Dengan tiket saat itu yang hanya 700 rupiah (Medan-Tebing Tinggi, dan sebaliknya), moda ini jelas sangat terjangkau dibanding naik bus apalagi taksi.

Kereta api juga jadi pilihan menuju Medan, karena penumpang langsung tiba di pusat kota. Sementara kalau naik bus, penumpang harus turun di Terminal Amplas yang dikenal rawan dan masih nyambung perjalanan dengan angkutan kota.

Burung goreng alias burung ruak-ruak goreng khas Perbaungan. Jajanan lezat khas kereta api di era 1990-an. (foto:kulinermedan.com)


Serunya Perjalanan
Di luar perjalanan yang super duper berkeringat dan tidak nyaman itu, naik kereta api ekonomi Tebing Tinggi – Medan kini menyisakan kenangan tak terlupakan.  Saya selalu  merindukan beragam jajanan yang dibawa para pedagang asongan.

Yang paling lezat sudah pasti Burung Goreng dan Mie Pecal khas Perbaungan. Burung goreng  meski hanya seukuran mouse komputer, rasanya sangat gurih dan kemripik. Jajanan murah meriah ini (saya lupa harga pastinya. Kalau tidak salah, tahun 90-an beli 1.000 rupiah dapat tiga potong)  bahannya dari burung ruak-ruak alias ayam-ayaman yang banyak berkeliaran di rawa-rawa atau persawahan di pesisir Sumatera Utara.


Burung goreng ini paling pas disantap bareng mie pecal. Mie kuning atau bihun yang direbus lalu dihidangkan dalam pincuk dan disirami kuah kacang. Rasanya endessss dan mengenyangkan! Begitulah serunya naik kereta api ekonomi Tebing Tinggi – Medan di tahun 90-an. Dan sepertinya, saat ini sudah tidak ada lagi karena pedagang asongan dilarang masuk stasiun dan berjualan di atas gerbong.(*)
Share
Banner

EKMALMNA

Post A Comment:

0 comments: